Saat Belanja, Jangan Terima Kembalian Permen, Laporkan Saja ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Pernah membeli barang di supermarket atau minimarket tapi begitu membayar, uang kembalian diganti dengan permen?

Atau pernah membeli bensin fulltank di Pom Bensin dan nominal pembelian dibulatkan?

Keberatan? Laporkan!

Pengadilan Negeri (PN) Batam merekomendasikan masyarakat untuk melaporkan hal tersebut ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Nanti, BPSK yang akan menyelesaikannya.

“Nah, biasanya, PN yang akan menerima bandingnya,” kata Cahyono, Humas PN Batam.

Cahyono mengatakan, PN Batam akan memproses sidang gugatan banding-nya. Sidang gugatan banding kasus perlindungan konsumen ini akan termasuk dalam kasus perdata.

Persidangan akan dilakukan secepat mungkin. Putusan PN Batam kemudian akan berlaku final. Tidak ada lagi upaya hukum setelah banding di PN Batam.

“Sejauh ini, baru satu kasus perlindungan konsumen yang masuk banding. Padahal sebenarnya banyak kasus yang termasuk kelompok perlindungan konsumen,” katanya.

Kebanyakan kasus perlindungan konsumen muncul langsung sebagai permohonan kasus perdata. Sementara, jika ditilik dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1999, kasus-kasus itu seharusnya dapat dialihkan secara non-legitasi ke BPSK.

PN Batam mau tak mau harus menolak permohonan tersebut. Istilahnya, mengeluarkan putusan Niet Ontvankelijk Verklaard (N O).

“Kan sayang. Harusnya bisa diproses tapi karena langsung masuk ke pengadilan jadi tak bisa diproses,” tuturnya.

Alfian, salah satu hakim di PN Batam, mengaku sering memimpin sidang banding terkait pelanggaran UU Perlindungan Konsumen ketika masih bertugas di Makassar. Kasusnya sederhana. Bisa hanya karena konsumen tidak terima dapat kembalian sesuai dengan yang tertera di monitor ketika membeli minyak di SPBU.

“Pernah cuma karena Rp 900, warga menggugat SPBU itu,” katanya.

Sidang perkara banding terkait pelanggaran UU Perlindungan Konsumen tetap melalui tahap pemeriksaan. Hasilnya, Alfian memenangkan warga dan mewajibkan SPBU membayar sejumlah uang yang menjadi kerugian warga.

“Walau kerugiannya hanya Rp 900, ya harus Rp 900 yang dibayar,” tuturnya lagi.

Bukan pembayaran kerugian yang sebenarnya ingin dituntut masyarakat dari kasus pelanggaran ini. Tetapi tanggung jawab pelaku usaha. Mereka juga mengutamakan harga diri mereka sebagai seorang konsumen.

Pelaku usaha yang sering digugat oleh konsumen mau tak mau akan mendapat sanksi moral dari masyarakat. Yakni, tidak dipercaya lagi sebagai pelaku usaha yang jujur.

“Profesionalitas si pelaku usahalah yang dipertaruhkan,” ujarnya. (ceu)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »