
Bappenas, melalui Kedeputian Bidang Ekonomi, pada tanggal 10 Oktober, 2012, telah menyelenggarakan Diskusi Kajian Sistem Ekonomi Nasional. Pertemuan, yang dipimpin oleh Drs. Pungky Sumadi, MCP, Ph.D, Direktur Jasa Keuangan dan Analisa Moneter, diadakan di Ruang SG-1 dan 2 dan berlangsung dari pukul 13.00 sampai dengan 15.45 WIB. Memulai paparannya Prof. Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa adanya lembaga Mahkamah Konstitusi telah memungkinkan diadakannya judicial review atas berbagai undang-undang untuk menguji keserasiannya dengan UUD 1945. Menurut Prof. Jimly, sebelum adanya MK, tak ada UU yang diuji keselarasannya dengan amanat konsitusi. Namun, kata Pak Jimly, ini tidak berarti bahwa semua UU, setelah MK, menjadi sesuai dengan UUD1945. Hal ini karena masih ada beberapa kelemahan dalam proses formulasi UU. Suatu ilustrasi dari potensi kelemahan ini adalah, suatu UU telah menyebut Pasal 33 di dalam konsiderasinya, tetapi dalam batang tubuh UU ini tidak tercermin jiwa Pasal 33. Ada juga UU yang perumusannya sangat indah dan idealis, tetapi di kemudian hari di lapangan ternyata tidak dapat dilaksanakan sesuai amanat UUD45.
Prof. Jimly melanjutkan bahwa dalam membahas kehidupan bernegara, perlu disadari bahwa dalam sejarah ketatanegaraan dunia telah terjadi evolusi pada peran negara (the state) dan masyarakat (civil society) yang menurutnya sekarang telah menjadi suatu Trias Politika Baru, yang diperlukan tidak hanya hubungan keseimbangan antara state dan civil society, tetapi juga antara keduanya dengan ‘the market’. Prof Jimly mengatakan bahwa peran besar dari market dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi harus diimbangi oleh peran dari the state untuk menjamin bahwa peningkatan pendapatan ini tidak memperbesar jurang antara golongan berpendapatan tinggi dengan golongan berpendapatan rendah.
Prof. Jimly mengatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia yang berlandaskan Pancasila seharusnya lebih tangguh dari sistem ekonomi yang dikembangkan di Perancis menurut prinsip-prinsip ‘liberte, egalite, et fraternite’, dan dari sistem ekonomi AS yang berlandaskan prinsip ‘liberty, equality, and prosperty’ karena Pancasila tidak hanya memperhatikan empat prinsip dari kedua negara ini, tetapi juga dilandasi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun, Prof. Jimly mengingatkan bahwa prinsip Kedaulatan Rakyat di Pancasia tidak seluruhnya sama dengan prinsip Barat karena demokrasi Indonesia tidak sama dengan ‘one man one vote’ yang mencerminkan asas individualisme tetapi lebih merupakan kedaulatan seluruh masyarakat Indonesia dan bukan kedaulatan orang per orang. (Irawan/Bappenas)
Share this