Perlindungan Korban Malapraktik

BERITA malapraktik akhir-akhir ini banyak dimuat media massa. Profesi kedokteran yang
dahulu dianggap "sakral" kini sudah menjadi perbincangan khalayak. Dokter bisa disalahkan
sehingga bisa diajukan ke pengadilan. Hal ini terjadi jika ada dugaan malapraktik, sebuah
istilah yang mungkin belum jelas persepsinya. Oleh karena itu, perlu persepsi yang sama, apa
itu malapraktik.
Istilah malapraktik digunakan kalangan profesi untuk menggambarkan kelalaian,
penyimpangan, kesalahan, atau ketidakmampuan praktik profesi sesuai dengan standar, yang
berakibat merugikan konsumen. Di sini, ada dua faktor yang berperan, yaitu pelakunya dan
keluaran (output) yang dihasilkan. Apakah pelakunya (dokter) memiliki keahlian menjalankan
profesinya? Apakah tindakannya memenuhi standar profesi? Malapraktik dengan demikian
terkait dengan proses produksi. Mengapa baru akhir-akhir ini malapraktik marak?
Alasannya, karena ada kebutuhan untuk melindungi konsumen. Dalam teori ekonomi pasar,
memuaskan dan melindungi konsumen dari produk yang tidak baik adalah bagian dari proses
produksi dan pemasaran, termasuk bidang pelayanan kesehatan. Hal ini terlepas, konsumen
kesehatan sebenarnya tidak tahu "kualitas" barang atau pelayanan yang dinikmati.
Bahkan, konsumen tidak mengetahui buat apa mereka membayar jasa pelayanan kesehatan
(ignorance). Karena itu, perlindungan konsumen dalam pelayanan kesehatan sebaiknya
ditujukan untuk melindungi pasien agar memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan
medik.
Sebab, dalam pelayanan kesehatan, kepuasan pasien dapat tidak sesuai dengan kebutuhan
medik. Istilah overutilization atau unnecessary utilization, yang sebenarnya merupakan
penyimpangan praktik kedokteran, sering dianggap upaya memuaskan pasien.
Selanjutnya, dalam melaksanakan pekerjaannya, dokter wajib melakukan yang terbaik. Untuk
itu, dokter disumpah. Hal yang terbaik itu, selain berdasar ilmu kedokteran juga etika. Dasar
hubungan dokter-pasien adalah kepercayaan.
Oleh karena itu, pengetahuan yang diketahui terhadap seorang pasien harus disimpan sebagai
rahasia. Jika seorang dokter tidak dapat menjaga kerahasiaan pasiennya, kepercayaan tidak
mungkin tumbuh. Inilah sebabnya, mengapa laporan medik harus dirahasiakan, untuk
membangun kepercayaan itu.
Dengan falsafah profesi seperti itu, seorang dokter yang baik dipastikan sulit melakukan
malapraktik, lalai secara sengaja dalam melakukan pekerjaannya. Ini tidak berarti kelalaian
yang tidak disengaja, malapraktik yang tidak terencana, bisa terjadi.
Apakah dengan kelalaian yang tidak disengaja, seorang dokter dapat dihukum? Apalagi,
diminta membayar kerugian karena "kelalaiannya"? Inilah yang mungkin perlu dipersoalkan.
FALSAFAH profesi, sebagaimana dikemukakan di atas, kini sedang menghadapi ujian. Telah
terjadi perubahan paradigma, jasa pelayanan kesehatan tidak berbeda dengan komoditas jasa
lain. Perubahan paradigma ini tentu mengubah hubungan pasien-dokter. Seorang pasien ingin
tahu buat apa ia membayar. Jika ia membayar karena ingin sembuh ternyata malah
meninggal, apakah ia berhak mengklaim kerugian pada dokternya?
Apalagi, jika ada kesan kelalaian dokter. Pasien berhak mengajukan dokternya ke pengadilan.
Sejauh ini, pasien sering kalah. Masyarakat menilai, perlindungan terhadap pasien masih
kurang. Mengapa pasien selalu dikalahkan? Sebab, pembuktian tuduhan malapraktik tidak
mudah. Kasus yang dianggap malapraktik sebenarnya bukan malapraktik.
Lantas, apa syarat-pengajuan malapraktik? Pertama, dokter yang dituntut adalah dokter yang
benar bertugas memberi pertolongan. Pembuktian masalah ini mungkin tidak sulit. Kedua,
dokter itu telah melakukan tindakan medik yang tidak sesuai dengan standar medik.
Pembuktian masalah ini tidak mudah. Apalagi, di Indonesia, belum ada standar medik yang
dapat menjadi rujukan semua dokter. Otonomi dokter amat besar sehingga aspek profesi sulit
diintervensi.
Ketiga, tindakan dokter harus bisa dibuktikan merugikan pasien. Hal ini tidak mudah,
mengingat akan sulit bagi profesi di luar kedokteran untuk membuktikan kerugian itu.
Meski demikian, kasus-kasus malapraktik pasti akan tambah banyak. Profesi kedokteran,
seperti profesi lain, terbuka peluang ada kelalaian atau malapraktik. Paradigma lingkungan
kesehatan yang kian mengikuti kaidah ekonomi mendorong praktik kedokteran juga kian
mengikuti kaidah ekonomi. Untung-rugi kian menjadi pertimbangan hubungan pasien-dokter.
Apa dampaknya bagi masyarakat di masa datang?
KECENDERUNGAN seperti dikemukakan di atas agaknya sulit dihindari. Kaidah ekonomi akan
menempatkan dokter tidak hanya melandasi tindakan mediknya pada ilmu dan etika
kedokteran, tetapi juga kaidah ekonomi.
Hal ini mengikuti perkembangan industri kedokteran, yang kian mahal. "Wajah komersial"
tidak terhindarkan. Apakah industri kedokteran akan dibiarkan berkembang mengikuti kaidah
ekonomi atau perlu intervensi untuk mengerem kecenderungan seperti itu?
Perubahan status rumah sakit pemerintah menjadi Badan Usaha Milik Negara membuktikan
pemerintah mendorong kecenderungan komersialisasi. Demikian juga status hukum rumah
sakit swasta, yang terbuka peluang menjadi for profit, akan membuka peluang praktik
kedokteran tidak hanya merujuk ilmu dan etika kedokteran, tetapi juga kaidah ekonomi.
Semua itu akan mendorong malapraktik kian luas. Kecenderungan overutilization atau
unnecessary utilization akan kian luas guna memenuhi kaidah ekonomi. Apa implikasinya?
Dokter dan rumah sakit tentu juga ingin aman dari kemungkinan tuduhan malapraktik. Karena
tuntutan malapraktik sering berwujud sejumlah uang, maka baik dokter maupun rumah sakit
ingin memiliki kemampuan membayar tuntutan itu.
Risiko terhadap tuntutan malapraktik, melahirkan bisnis baru, yaitu asuransi malapraktik.
Dokter atau rumah sakit akan membebankan premi malapraktik pada pasien. Dengan
demikian, biaya pelayanan kesehatan akan kian mahal. Sebab, besarnya premi, selain
tergantung pada kejadian malapraktik, juga ada biaya pengacara dan proses hukum, faktor
keuntungan dan cadangan teknis, biaya operasi perusahaan asuransi, dan sebagainya yang
ternyata tidak sedikit.
Jika semua itu dibiarkan berkembang, tidak mustahil akan mendorong biaya pelayanan
kesehatan kian meningkat tajam dan akhirnya merugikan sebagian besar masyarakat karena
harus membayar mahal biaya pelayanan kesehatan serta premi asuransi kesehatan. Untuk
menghindari dampak buruk, kiranya perlu ada prosedur agar masyarakat terlindung dari
beban yang berlebihan. Hal ini disebabkan pembuktian terhadap malapraktik tidak mudah.
Akan amat melindungi pasien dan dokter jika tuduhan malapraktik, pada tingkat pertama,
diselesaikan melalui (semacam) Dewan Kehormatan Profesi yang akan meneliti tuduhan itu.
Hanya Dewan Kehormatan Profesi berhak memberi rekomendasi kelanjutan proses hukum
malapraktik. Hal ini penting guna perlindungan pasien, sekaligus dokter atau rumah sakit.
Dengan prosedur seperti itu, biaya kasus malapraktik dapat dikendalikan.
Sulastomo Anggota Majelis Kehormatan Etika Kedokteran, PB IDI
http://kompas.com/kompas-cetak/0410/25/opini/1326628.htm10/25/2004

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »