Apakah prosedur pemeriksaan oknum kepolisian yang menggunakan narkotika
itu sama dengan pemeriksaan tindak pidana narkotika bagi masyarakat
biasa? Terima kasih, semoga hukumonline mau menjawab pertanyaan ini.
ArisSM
JAWAB
Menurut Pasal 29 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan
peradilan umum. Hal ini menunjukkan bahwa anggota polri merupakan warga
sipil dan bukan termasuk subjek hukum militer.
Walaupun anggota
kepolisian termasuk warga sipil, namun terhadap mereka juga berlaku
ketentuan Peraturan Disiplin dan Kode Etik Profesi. Peraturan Disiplin
Polri diatur dalam PP No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (“PP 2/2003”). Sedangkan, kode etik kepolisian diatur dalam Perkapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 14/2011”).
Oknum polisi yang
menggunakan narkotika berarti telah melanggar aturan disiplin dan kode
etik karena setiap anggota polri wajib menjaga tegaknya hukum serta
menjaga kehormatan, reputasi, dan martabat Kepolisian Republik Indonesia
(lihat Pasal 5 huruf a PP 2/2003 jo. Pasal 6 dan Pasal 7 Perkapolri 14/2011).
Pelanggaran
terhadap aturan disiplin dan kode etik akan diperiksa dan bila terbukti
akan dijatuhi sanksi. Penjatuhan sanksi disiplin serta sanksi atas
pelanggaran kode etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap anggota
polisi yang bersangkutan (Pasal 12 ayat [1] PP 2/2003 jo. Pasal 28 ayat [2] Perkapolri 14/2011).
Oleh karena itu, oknum polisi yang menggunakan narkotika tetap akan
diproses hukum acara pidana walaupun telah menjalani sanksi disiplin dan
sanksi pelanggaran kode etik.
Oknum polisi
disangkakan menggunakan narkotika dan diproses penyidikan tetap harus
dipandang tidak bersalah sampai terbukti melalui putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap (asas praduga tidak bersalah) sebagaimana diatur Pasal 8 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Mengenai sanksi pidana terhadap penyalahgunaan narkotika untuk diri pribadi diatur Pasal 127 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika:
Setiap Penyalah Guna:
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
Ketentuan ini berlaku untuk semua orang yang menyalahgunakan narkotika untuk diri sendiri
Apabila putusan
pidana terhadap oknum polisi tersebut telah berkekuatan hukum tetap, ia
terancam diberhentikan tidak dengan hormat berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf a PP No. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (“PP 1/2003”):
“Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat
dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila: dipidana
penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat
dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik
Indonesia.”
Dengan demikian,
walaupun si oknum polisi sudah dipidana berdasarkan putusan pengadilan
yang telah berkekuatan hukum tetap, oknum polisi tersebut baru dapat
diberhentikan dengan tidak hormat apabila menurut pertimbangan pejabat
yang berwenang dia tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam
dinas kepolisian .
Pemberhentian
anggota kepolisian dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Pasal 12 ayat [2] PP 1/2003).
Jadi, walaupun
anggota polisi juga merupakan warga sipil, tetapi terdapat perbedaan
proses penyidikan perkaranya dengan warga negara lain karena selain
tunduk pada peraturan perundang-undangan, anggota polri juga terikat
pada aturan disiplin dan kode etik yang juga harus dipatuhi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum: