Manipulasi Terselubung Telepon Rumah

RAHIM, pekerja swasta di salah satu perusahaan di Makassar mencak-mencak. Dia tak habis pikir, pembayaran telepon pertamanya di rumah yang baru ia tinggali, sebanyak itu.

"Saya harus bayar lebih 100 ribu rupiah. Padahal rumah itu sebelumnya kosong selama sebulan," kata Rahim saat FAJAR menemuinya, pekan lalu.

Ia menceritakan, dirinya membeli rumah beberapa bulan lalu di salah satu kompleks perumahan di Tamalanrea. Pada pembayaran pertama sebagai pemilik rumah 19 September lalu, ia tiba-tiba dibebankan membayar Rp100.399. Itu terdiri atas Rp97.999 nominal tagihan dan Rp2.400 biaya administrasi.

"Sebelum saya beli, rumah itu kosong. Artinya, saya paling tidak hanya dibebankan membayar biaya beban Rp25 ribu. Tapi ternyata, saya harus membayar Rp100 ribu lebih. Saya tidak terima makanya saya protes ke kantor PT Telkom," kata Rahim.

Di kantor Telkom, Rahim mengaku makin bingung. Pasalnya, petugas yang melayani keberatannya mengatakan, ia sudah ikut paket khusus untuk telepon rumah. "Katanya petugas mereka pernah menelepon ke rumah dan menawarkan paket abonemen menelepon ke luar negeri," bebernya.

Itulah yang membuat Rahim bingung. Sebab rumah itu baru dibelinya. Sebelumnya juga rumah itu kosong. "Setelah saya bilang rumah itu kosong sebulan, petugas yang melayani langsung mengubah dan menormalkan kembali. Jadi, memang ada upaya mengeruk," kritiknya.

Bagi dia, PT Telkom harusnya tidak sekadar menelepon untuk mengikutkan pelanggan ke paket tertentu. "Harusnya kan datang membawa brosur atau penawaran. Bagaimana kalau menelepon saja lantas orang lain yang menerima. Seperti saya misalnya, masak dibebankan pembayaran bulanan Rp75 ribu untuk paket abonemen sementara yang biasa hanya Rp25 ribu," katanya.

Rahim yakin korban paket seperti ini bukan hanya dia. Bisa jadi menurutnya banyak korban lain namun mereka tidak sadar. "Kita mesti datang komplain, baru dinormalkan, itupun harus mengantre lama. Kalau pemilik rumah cuek dan tidak memperhatikan rekeningnya, pasti tagihan berlanjut. Kalau dikalikan banyak pelanggan, jumlahnya juga tentu banyak," ketusnya. Setelah melakukan komplain, tagihan telepon rumah Rahim bulan berikutnya langsung turun dua kali lipat. Pada Oktober, ia sisa membayar Rp40 ribu.

Kekhawatiran Rahim bahwa bukan dia saja yang menjadi korban memang terbukti. Satu konsumen lainnya bernama Dr Abdul Gaffar juga punya keluhan sama. Ia mengeluhkan kebijakan sepihak Telkom ini. Ia sangat menyesalkan tindakan Telkom yang melakukan pungutan tanpa sepengetahuan dirinya sebagai konsumen. Oleh karena itu, Abd Gaffar menyarankan, semestinya pemberlakuan sistem paket yang diterapkan Telkom dilakukan atas persetujuan pengguna jasa Telkom yang tertera di kuitansi pembayaran. Bukan pihak lain. "Namun, yang terjadi adalah Telkom melakukannya secara sepihak," kata Abd Gaffar.

Keluhan serupa juga dilontarkan pemilik telepon 0411-4813103. Sudah dua kali ia mengadukan melalui media cetak, tetapi tetap saja tagihannya tidak berubah. Soalnya, sudah bertahun-tahun tagihan itu berlangsung. Nanti setelah mengancam akan menggunakan panggilan telepon sebanyak-banyaknya kemudian tidak akan membayar Telkom sampai dilakukan pencabutan, barulah ada reaksi dari pihak Telkom.

"Itu pun belum saya percaya betul janji Telkom untuk mencabut paket tanpa persetujuan saya itu. Soalnya, tagihan via kartu kredit pada November lalu, masih meragukan. Oleh karena itu, saya sudah menghubungi pihak kartu kredit agar mencabut item tagihan itu. Pembayaran bulan Desember ini, akan saya buktikan janji pihak Telkom. Kalau tidak, saya akan bergabung dengan para konsumen lainnya yang dirugikan untuk melakukan tuntutan kasus penipuan," ujar pemilik telepon yang berdomisili di Kelurahan PAI, Sudiang itu.

Beberapa konsumen yang mengaku dirugikan telah menelepon ke FAJAR. Mereka bahkan membuat pengaduan SMS seraya mengajak konsumen lainnya untuk bergabung membuat tuntutan kasus penipuan.

Koordinator Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non-Pemerintah (Fik-Ornop) Sulsel, Asram Jaya mengatakan, pembebanan sepihak yang dilakukan Telkom kepada pelanggannya merupakan bentuk manipulasi yang dilakukan secara terselubung. "Seharusnya bentuk-bentuk pemakaian dan penggunaan tarif itu disampaikan sejak awal ketika pelanggang ingin menggunakan jasa Telkom. Jika diberitahukan ketika pelanggan telah menggunakan atau setelah pelanggan komplain, hal itu merupakan pembebanan yang terselubung dan sistematis," sindirnya.

Kritikan sama disampaikan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sulsel, Zohra Andi Baso. Menurut dia, program paket yang merugikan pelanggan sama sekali tidak bisa dilakukan tanpa persetujuan.

"Hal itu jelas tidak boleh karena tanpa persetujuan konsumen. Itu pelanggaran terhadap hak konsumen seperti hak informasi dan hak memilih, karena konsumen berhak memilih produk apa yang mau di gunakannya. Kemudian dalam UU Perlindungan Konsumen jelas sekali pelaku usaha tidak bisa melakukan tindakan yang justru merugikan konsumen," kata Zohra.

Pihak PT Telkom terpisah, Minggu, 4 Desember membantah telah membebani dan memanipulasi sehingga pelanggan diikutkan paket tertentu tanpa konfirmasi. Public Relations (PR) PT Telkom Kawasan Timur Indoensia (KTI), Aksan Yusuf mengatakan, PT Telkom tidak pernah melakukan penagihan yang tidak sesuai dengan paket yang digunakan pelanggan. (tim)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »