Siaran Pers No. 123/PIH/KOMINFO/6/2009

Setelah muncul sejumlah pemberitaan di berbagai media massa tentang masalah suatu perangkat telekomunikasi “BlackBerry” pada pertengahan tahun 2009. Departemen Kominfo sangat mengapreasiasi beberapa pemberitaan tersebut karena merepresentasikan sebagian keluhan pengguna terhadap after sales services perangkat BlackBerry, dan ada juga yang mempermasalahkan cukup maraknya peredaran black market dari Black Berry dan ada juga yang mempertanyakan kesungguhan pemerintah dalam meminta pertanggung-jawaban RIM (Research in Motion / vendor Kanada selaku prinsipal BlackBerry) untuk membangun pabriknya di Indonesia.

Terhadap berbagai permasalahan tersebut, Departemen Kominfo menyampaikan tanggapannya sebagai berikut:

1. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, yaitu Peraturan Menteri Kominfo No. 29/PER/KOMINFO/9/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi, maka produsen, distributor, importir alat telekomunikasi, utamanya lagi untuk Customer Premises Equipment (CPE) seperti handphone, smartphone dan lain-lain yang telah memenuhi persyaratan dapat melakukan importasi alat/perangkat telekomunikasi, termasuk disyaratkan juga agar memberikan garansi serta layanan purna jual (service center) atas produk jualannya.

2.Mengacu pada Peraturan Menteri tersebut, maka perusahaan-perusahaan yang telah memenuhi syarat dapat melakukan importasi alat dan perangkat telekomunikasi di Indonesia . Hal ini dimaksudkan untuk tidak terjadi monopoli importasi alat/perangkat telekomunikasi, karena memungkinkan adanya importir BlackBerry tersebut selain importir dari pihak penyelenggara telekomunikasi yang melakukan impor produk BlackBerry, atau dengan kata lain ada juga importir lain yang "bukan importir penyelenggara telekomunikasi" yang juga secara legal berhak untuk melakukan importasi sesuai persyaratan yang berlaku. Oleh karena itu keluhan suatu penyelenggara telekomunikasi yang mengklaim bahwa klaim 80 % produk BlackBerry yang beredar di Indonesia adalah produk black market justru patut dipertanyakan, karena hanya menghitung BlackBerry yang dijual oleh penyelenggara telekomunikasi tersebut saja tanpa memperhitungkan adanya importir lain yang juga berhak mengimpor BlackBerry di Indonesia.

3. Khusus mengenai masalah perlindungan konsumen, Departemen Kominfo dengan mendasarkan pada UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, mendukung upaya perlindungan kosumen di Indonesia, khususnya dalam hal ini terhadap penggunaan produk BlackBerry. Mengingat masalah ini sudah cukup serius untuk diperhatikan, maka beberapa hal tersebut di bawah ini patut diperhatikan:

1. Departemen Kominfo menghimbau semua pihak yang terkait dengan BlackBerry untuk memperhatikan secara sungguh-sungguh terhadap semua ketentuan yang berlaku agar tidak terkena masalah hukum. Dalam kondisi ini apabila konsumen dirugikan maka importir penyelenggara telekomunikasi dan importir non penyelenggara telerkomunikasi dapat dikenakan sanksi dari UU Perlindungan Konsumen tersebut.

2. Bagi produsen/distributor RIM dihimbau agar mematuhi peraturan perlindungan konsumen di Indonesia dan menjamin importir BlackBerry tidak akan terkena masalah oleh konsekuensi UU Perlindungan Konsumen. Hal ini penting karena apabila diterima banyak laporan kerugian terhadap konsumen Indonesia dari aspek jaminan purna jual atau garansi, bukan tidak mungkin penyelenggara telekomunikasi penyedia BlackBerry dan importir lainnya terjerat sanksi UU Perlindungan Konsumen.

3. Apabila masalah ini terus berkembang, bukan tidak mungkin dan dalam rangka perlindungan konsumen, maka Departemen Kominfo bila diperlukan dapat saja mengusulkan untuk dilakukan penghentian sementara waktu importasi atas produk tersebut sampai terpenuhnya persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Departemen Kominfo pada 3 minggu yang lalu sesungguhnya telah menerima permohonan baru lagi dari RIM untuk memperoleh sertifikasi. Namun demikian terpaksa ditolak sampai dengan terpenuhinya persyaratan after sales services (layanan purna jual), sebagaimana disebutkan pada Peraturan Menteri Kominfo No. 29/PER/KOMINFO/9/2008, khususnya Pasal 8, ayat (2), yang menyebutkan, bahwa surat permohonan sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan persyaratan sebagai berikut, yaitu di antaranya (butir f) berupa surat pernyataan kersanggupan memberikan garansi serta layanan purna jual di atas materai, kecuali jika alat dan perangkat telekomunikasi tidak untuk diperdagangkan. Bagaimanapun juga Departemen Kominfo tidak bijak seandainya menahan laju pertumbuhan perdagangan produk telekomunikasi semacam BlackBerry tersebut di Indonesia . Namun di sisi lain aturan hukumnya benar-benar ditegakkan secara konsisten.

5. UU Perlindungan Konsumen yang mewajibkan pelaku usaha (dalam hal ini perdagangan produk BlackBerry) untuk mematuhinya tersebut di antaranya Pasal 4 butir (h) yang menyebutkan, bahwa hak konsumen adalah hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; Pasal 7 butir (b) dan (f) yang menyebutkan, bahwa kewajiban pelaku usaha adalah memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan dan memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; dan Pasal 8 butir (j) yang menyebutkan, bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.

4.Terhadap permintaan beberapa pihak agar pemerrintah meminta RIM agar membangun pabriknya di Indonesia, Departemen Kominfo berpendapat, bahwa bukan kapasitas Departemen Kominfo secara langsung untuk meminta RIM atau vendor telekomunikasi lainnya untuk melakukannya, karena harus berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya, seperti misalnya dengan Departemen Perindustrian, BKPM dan lain-lain. Sejauh ini kepada vendor telekomunikasi lainnya, Departemen Kominfo hanya sebatas menghimbau dan meminta klarifikasi sebagaimana ditekankan kepada sejumlah vendor internasional eksisting lainnya di Indonesia karena belum ada dasar hukumnya untuk tuntutan pendirian pabrik di Indonesia. Hanya saja, tentang masalah layanan purna jual, Departemen Kominfo tidak mau mau ambil kompromi dan cenderung bersikap sangat tegas sehingga meminta RIM untuk membuka pusat layanan purna jual yang seharusnya juga harus dilakukan oleh para pemegang sertifikat produk BlackBerry tersebut baik importir dari pihak penyelenggara telekomunikasi maupun importir yang non penyelenggara telekomunikasi karena melalui mereka itulah BlackBerry tersebut memperoleh sertifikat.

5.Terhadap BlackBerry yang benar-benar ilegal dan tersebar di black market , Departemen Kominfo tetap berkomitmen untuk melakukan penertiban sebagaimana selama ini dilakukan bersama Ditjen Bea dan Cukai serta Ditjen Perdagangan Dalam Negeri baik terpadu maupun terpisah operasi penertibannya, karena aturannya sangat tegas seperti disebutkan pada UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya Pasal 52 yang menyebutkan, bahwa barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Sumber : Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Kominfo / http://www.postel.go.id/

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »