Apa yang terjadi ?
Fifi adalah pembeli apartemen Mangga Dua Court, yang dikembangkan oleh Duta Pertiwi. Lantaran kecewa oleh pengembang tersebut, ia menulis keluhan melalui surat pembaca di koran Kompas dan koran lainnya. Merasa bahwa keluhan tersebut dibaca banyak orang, dan dianggap mencemarkan nama baiknya, Duta Pertiwi, akhirnya membawa persoalan itu ke ranah pengadilan. Suara konsumen dihadapi dengan tindakan hukum. Berakhir dengan vonis 6 bulan penjara.
Sedangkan Prita adalah pasien RS Omni Alam Sutera yang merasa diperlakukan tidak baik ketika dirawat di unit gawat darurat pada 7 Agustus 2008. Merasa keluhannya tidak ditanggapi dengan baik, akhirnya Prita mengirim email keluhan ke sebuah mailing list (milis) . Serta Ia juga mengirim surat pembaca ke Detikcom. Kasus Prita berakhir dengan penahanannya di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang karena tuduhan pencemarana nama baik.
kutipkan dari tulisan pak nukman .
Pemanfaatan media koran yang terbatas beda halnya dengan media Internet sebagai media penyebaran berita yang tak terbatas baik dalam hal daya akses maupun waktu. Online media strategist sebagai Penyebaran keluhan Prita yang menyebar secara viral melalui Blog, Milis dan forum telah menghancurkan brand perusahaan Rumah Sakit Internasional Omni Hospital, Alam Sutra, Serpong, Tangerang Selatan.
Saat ini RS Omni Hospital memiliki brand yang paten dengan Malpraktek, Arogan dan sebagai rumah sakit yang gemar melakukan penipuan terhadapa pasiennya. Akibat gagap meredam berita negatif di online RS Omni terpaksa melakukan gugatan, hal ini juga didukung dengan sangat lemahnya undang undang dunia Internet Indonesia ( UU ITE ) yang berhasil membawa konsumennya ke tahanan.
Dari kasus diatas, mari kita memahami fenomena baru prosumer.
Saat ini konsumen memiliki derajat yang sama dengan produsen, bahkan memiliki derajat yang lebih tinggi dalam pembentukan brand perusahaan atau branding produk sang produsen itu sendiri.
Dahulu produsen bisa berkomunikasi satu arah akibatnya suara konsumen yang negatif nyaris tak berkutik karena keterbatasan dana maupun tempat di media cetak. Sekarang konsumen memiliki kuasa untuk menentukan branding dan secara tak langsung menentukan pencitraan dan kelangsungan hidup produsen.
Dengan memiliki media sendiri mereka bebas menulisakan baik dan buruknya pengalaman melalui Facebook, twitter, dan Blog. Akibatnya saat berita itu menyentuh konsumen yang memiliki pengalaman yang sama berita akan mudah tersebar secara viral, terjadi conversation melalui komentar yang berakibat penguatan berita. Sayangnya media Internet sebagai media online marketing tidak berhenti disitu saja.
Penyebaran secara viral akan sangat deras terjadi karena besarnya populasi early adopters di Internet dan penyampaian berita yang subjective oleh individu justru menjadi berita yang paling terpercaya. Faktor subjektivitas inilah yang membuatnya lebih dipercaya karena blog, Twitter dan suara Facebook bebas dari pengaruh apapun.
Sesaat saya teringat apa yang disampaikan Om boediono ( cawapres ) soal, ketakutannya boediono dengan kekuatan media online dalam menentukan arus perspective dan pencitraan seseorang.
Jika saat ini jalur hukum, masih bisa dilakukan karena keterbatasan pemahaman sang pembuat dengan perilaku Internet, yang justru bisa saja akan berujung pada perlawanan massal oleh konsumen.
Sudahkah kamu menjadi pihak yang menentukan ? atau hanya sekedar penikmat tanpa mengetahui potensinya