"Namun faktanya, jumlah kejahatan perredaran gelap narkotika dan jumlah pecandu narkotika justru tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan. Oleh karena itu, alternatif penghukuman harus dipikirkan untuk mengatasi peredaran gelap narkotika, bukan malah terus mengandalkan penghukuman yang tidak efektif," papar PKNI dalam keterangannya yang diterima CNN Indonesia.
Kedua, PKNI menilai, orang-orang yang akhirnya dijatuhi hukuman mati adalah orang-orang yang lemah, rentan dieksploitasi secara psikologis dan terdesak himpintan keuangan. Kebanyakan, mereka adalah dipaksa atau terpaksa menjadi kurir narkotika, bukan gembong yang sesungguhnya.
Tidak hanya itu, PKNI juga mengatakan terjeratnya perempuan di dalam kejahatan narkotika pun seringnya terjadi karena penipuan ataupun dimanipulasi. Mereka menyebut, di saat perempuan tertangkap karena narkotika, penegakan hukum secara buta menuduh mereka terlibat dalam rantai peredaran gelap, dan luput melihat fakta bahwa mereka menjadi korban perdagangan manusia atau korban kekerasan dari pasangannya.
"Rani Andriani adalah contoh perempuan yang terjerat dalam kejahatan narkotika karena tertipu oleh mafia narkotika dan tertekan secara ekonomi dan psikologi," beber PKNI.
Alasan ketiga, dikatakan PKNI, adalah terkait dengan kerugian yang akan dihadapi oleh komunitas pecandu atau pemakai narkoti. Ketika terpidana mati dieksekusi, maka para bandar besar akan terus mencari dan mengeksploitasi individu rentan lainnya, yang terpaksa menjadi kurir narkotik.
"Artinya, kebijakan ini kami pandang bertolak belakang dengan komitmen Nawacita Bapak Presiden Joko Widodo yang hendak merangkul para pecandu atau pemakai narkotika," sebut mereka.
Sedangkan untuk alasan penolakan keempat, PKNI menyebut eksekusi mati terhadap terpidana narkotik sebagai bentuk cuci tangan negara yang telah gagal menjaga yurisdiksi Indonesia dari masuknya peredaran gelap narkotika. PKNI beranggapan, negara seharusnya berupaya maksimal dengan menjaga wilayah perbatasan Indonesia agar tidak dimasuki oleh narkotika.
"Tetapi yang terjadi adalah negara justru melimpahkan bebas kesalahannya kepada para terpidana mati narkotika," kata PKNI.