Jumlah tersebut 43,17 persen dari total 5.017 importir yang terdiri dari produk elektronika, pakaian jadi, mainan anak, produk alas kaki, obat tradisional dan suplemen makanan, makanan minuman, dan kosmetik. Pencabutan itu sesuai Permendag No 83/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu
"Ini upaya pemerintah dalam menciptakan tata kelola impor nasional secara tertib, untuk menciptakan ruang yang luas untuk pembangunan industri nasional. Dan langkah kebijakan ini bagian komitmen Kemendag dalam mengatur pasar Indonesia yang baik dan sehat," ujar Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel di kantornya, Jakarta, Jumat (12/12/2014).
Dari jumlah yang dicabut izinnya, menurut Rachmat, 836 IT elektronik, 321 IT pakaian jadi,179 IT mainan anak,151 IT alas kaki, 290 IT makanan minuman, 133 IT obat tradisional dan suplemen makanan, dan 256 IT kosmetik dan perbekalan rumah tangga.
Sementara itu, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Partogi Pangaribuan menambahkan, total nilai impor dari 2.166 importir tersebut adalah USD 849 juta. Namun, pencabutan IT tersebut sebatas sanksi administratif, dan masih jauh dari ranah hukum pidana.
“Sanksi administratif, tidak sampai black-list. Mereka boleh saja mengadu, tapi kami punya catatan,” ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri (PLN) Partogi Pangaribuan di Gedung Kemendag, Jumat (12/12/2014).
Upaya pencabutan 2.166 IT tersebut, bukan seperti penghakiman terhadap pelaku usaha. Sebaliknya, Kemendag melihat perlunya iklim usaha khususnya impor yang tangguh dan disiplin.
“Kami terus terang saja mendorong dinamika (dunia usaha). Dan tidak judge bahwa mereka penjahat,” terang partogi.
Setelah pemberlakuan sanksi tersebut, importir tidak semudah mengajukan izin seperti awalnya. Kemendag berharap, pencabutan izin justru bisa mengarahkan pada kinerja bertanggung-jawab pelaku importasi.
Pengertian ‘sanksi administratif’ juga tidak terkait dengan ancaman kesehatan serta keamanan konsumen. Pencabutan izin karena pelaku usaha tidak melakukan pelaporan secara rutin. Selain itu, yang bersangkutan tidak melakukan importasi selama 2 x 3 bulan (enam bulan) berturut-turut.
“Karena IT sudah dicabut, kami lock system (input data) kita,” ujarnya.
Kemendag lanjut Partogi, tidak menutup kemungkinan bahwa pencabutan izin tersebut memunculkan efek jera. Nantinya, program pembinaan terhadap pelaku usaha bisa berjalan efektif.
Kemendag menilai, banyak pelaku yang tidak bertanggung-jawab. Kendatipun sikap lepas tanggung-jawab bukan seperti pelaku kejahatan atau tindak pidana lain. “Ada dua kemungkinan, mereka (pemegang IT) lalai, atau mereka belum berpengalaman. Izin yang sudah diterbitkan, disia-siakan," ujarnya.
(Barliana)